Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator
4. Membiasakan berperilaku terpuji. 4.1. Menjelaskan pengertian adil,  ridha, dan amal saleh.
◊ Mampu menjelaskan pengertian adil.
◊ Mampu menjelaskan pengertian ridha.
◊ Mampu menjelaskan pengertian amal saleh.
4.2. Menampilkan contoh-contoh perilaku adil, ridha, dan amal saleh.
◊ Menampilkan contoh perilaku adil.
◊ Menampilkan contoh perilaku ridha.
◊ Menampilkan contoh perilaku amal saleh.
4.3. Membiasakan perilaku adil, ridha, dan amal saleh dalam kehidupan  sehari-hari.
◊ Menunjukkan berperilaku adil.
◊ Menunjukkan berperilaku ridha.
◊ Menunjukkan berperilaku amal saleh.
A. Adil
Adil adalah memberikan hak kepada orang yang berhak menerimanya tanpa  ada pengurangan, dan meletakkan segala urusan pada tempat yang  sebenarnya tanpa ada aniaya, dan mengucapkan kalimat yang benar tanpa  ada yang ditakuti kecuali terhadap Allah swt saja. Allah swt. berfirman  dalam surat an-Nisa ayat
135 :
                                      •      
Artinya :
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar  penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu  sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin,  maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti  hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar  balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah  adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan (Q.S. an-Nisa :  135)
Islam menyeru untuk berlaku adil sekalipun diantara kita sedang terjadi  permusuhan. Allah swt. berfirman dalam surat al-Maidah ayat 8 :
           •             •         
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang  selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil.  Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong  kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih  dekat kepada taqwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah  Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. al-Maidah ayat 8)
Adil disejajarkan dengan perbuatan kebajikan, karena adil sendiri adalah  memberikan hak kepada yang punya. Sehingga orang yang diberikan hak  merasa senang dan bahagia. Allah swt. berfirman dalam Q.S. an-Nahl (16)  ayat 90 :
•                   
Artinya :
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan,  memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,  kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu  dapat mengambil pelajaran (Q.S. an-Nahl : 90)
Prof.Quraisy Shihab menguraikan tentang makna keadilan dalam bukunya  Wawasan Al-Quran hal. 114-116, paling tidak ada empat pengertian adil  yang dikemukakan oleh para ulama, yaitu ;
1. Adil dalam arti “sama”
Dalam arti memperlakukan sama terhadap orang-orang, tidak membedakan  hak-haknya. Firman Allah dari Q.S. an-Nisa (4) ayat 58 berikut :
•            ••     •       •     
Artinya :
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak  menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara  manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi  pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha  mendengar lagi Maha melihat. (Q.S. an-Nisa : 58)
Perhatikan contoh keadilan yang dipraktekkan oleh Ali bin Abi Thalib  berikut, pernah suatu hari terjadi sengketa diantara Ali bin Abi Thalib  dengan seorang Yahudi, yaitu suatu sengketa yang sampai juga ke meja  hijau (majlis hukum) dibawah pimpinan Umar bin Khattab guna mendapatkan  penyelesaian. Setelah kedua pihak sama-sama datang menghadap Umar, maka  berkatalah Umar kepada Ali : “ Ya Abal Hasan, berdirilah berdekatan  dengan lawanmu”. Seusai Umar memberikan keputusannya, Umar melihat bahwa  diwajah Ali terdapat tanda-tanda kedukaan, maka ujarnya : “ Wahai Ali,  mengapa saya lihat anda agak susah ?”. Ali menjawab : “Sebab anda tidak  mempersamakan antara saya dan lawan saya, anda memanggil saya dengan  sebutan kehormatanku “Abal Hasan “, sedang anda memanggil Yahudi dengan  namanya yang biasa”.
Pernahkah anda saksikan suatu tindak keadilan yang mencapai jangkauan  setinggi itu ? Apa yang dipraktekkan oleh khalifah Umar bin Khattab dan  Ali bin Abi Thalib itu adalah cermin keadilan didalam Islam. Karena  Islam menyeru kepada umatnya untuk berlaku adil, Islam melarang keras  untuk berlaku sebaliknya.
Imam Ibnu Taimiyah berkata : “ Bahwasanya Allah akan menolong penguasa  atau pemerintah yang adil sekalipun dia pemerintah kafir, dan Allah  tidak akan menolong penguasa pemerintah yang zalim kendatipun dia itu  Islam “. Allah swt. berfirman dalam surat al-Hud ayat 117 :
         
Artinya :
Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara  zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan.(Q.S. al-Hud  :117)
2. Adil dalam arti “seimbang”
Keseimbangan sangat diperlukan dalam suatu kelompok yang didalamnya  terdapat beragam bagian yang bekerja menuju satu tujuan tertentu. Dengan  terhimpunnya bagian-bagian itu, kelompok tersebut dapat berjalan atau  bertahan sesuai tujuan kehadirannya. Firman Allah dalam surat  al-Infithar (82) ayat 6-7 berikut ;
            
Artinya :
Hai manusia, Apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka)  terhadap Tuhanmu yang Maha Pemurah. Yang telah menciptakan kamu lalu  menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang.  (Q.S. al Infithar :6-7)
Kata عدل dalam ayat tersebut berarti seimbang. Tubuh manusia akan normal  selama bagian-bagian tubuh itu semua bekerja atau berfungsi sesuai  tujuan kehadirannya.
Contoh lainnya terdapat dalam firman Allah Q.S. al-Mulk (67) ayat 3  berikut ;
      •                
Artinya :
Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali  tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak  seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu lihat sesuatu yang  tidak seimbang? (Q.S. al-Mulk :3)
Alam semesta akan bertahan selama bagian-bagian dari ekosistem yang  ditetapkan Allah swt. bekerja dengan seimbang.
3. Adil dalam arti “Perhatian terhadap hak-hak individu dan memberikan  hak-hak itu kepada setiap pemiliknya”.
Pengertian inilah yang didefinisikan dengan “menempatkan sesuatu pada  tempatnya” atau “memberi pihak lain haknya melalui jalan yang terdekat”.  Lawannya adalah kezaliman dalam arti melanggar hak-hak pihak lain.  Pengertian ini melahirkan keadilan sosial.
4. Adil yang dinisbatkan kepada Ilahi.
Adil disini artinya memelihara kewajaran atas berlanjutnya eksistensi,  tidak mencegah kelanjutan eksistensi dan perolehan rahmat sewaktu  terdapat banyak kemungkinan untuk itu”. Keadilan Ilahi merupakan rahmat  dan kebaikanNya. Keadilannya mengandung konsekwensi bahwa rahmat Allah  swt. tidak tertahan untuk diperoleh, sejauh makhluk itu dapat meraihnya.
B. Ridha
Ridha (رِضَى ) menurut kamus al-Munawwir artinya senang, suka, rela.  Dalam kehidupan ini seseorang harus mampu menampilkan sikap ridha  minimal dalam empat hal:
a. Ridha terhadap perintah dan larangan Allah
Artinya ridha untuk mentaati Allah dan Rasulnya. Pada hakekatnya  seseorang yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat, dapat diartikan  sebagai pernyataan ridha terhadap semua nilai dan syari’ah Islam.  Perhatikan firman Allah dalam Q.S. al-Bayyinah (98) ayat 8
   •                      
Artinya :
Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah syurga 'Adn yang mengalir di  bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah  ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadanya. Yang demikian itu  adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya. (Q.S.al-Bayyinah  ayat 8 )
Dari ayat tersebut dapat dihayati, jika kita ridha terhadap perintah  Allah maka Allah pun ridha terhadap kita.
b. Ridha terhadap taqdir Allah.
Mari kita simak, apa yang dikisahkan berikut ; pada suatu hari Ali bin  Abi Thalib r.a. melihat Ady bin Hatim bermuram durja, maka Ali bertanya ;  “Mengapa engkau tampak bersedih hati ?”. Ady menjawab ; “Bagaimana aku  tidak bersedih hati, dua orang anakku terbunuh dan mataku tercongkel  dalam pertempuran”. Ali terdiam haru, kemudian berkata, “Wahai Ady,  barang siapa ridha terhadap taqdir Allah swt. maka taqdir itu tetap  berlaku atasnya dan dia mendapatkan pahalaNya, dan barang siapa tidak  ridha terhadap taqdirNya maka hal itupun tetap berlaku atasnya, dan  terhapus amalnya”.
Ada dua sikap utama bagi seseorang ketika dia tertimpa sesuatu yang  tidak diinginkan yaitu ridha dan sabar. Ridha merupakan keutamaan yang  dianjurkan, sedangkan sabar adalah keharusan dan kemestian yang perlu  dilakukan oleh seorang muslim.
Perbedaan antara sabar dan ridha adalah sabar merupakan perilaku menahan  nafsu dan mengekangnya dari kebencian, sekalipun menyakitkan dan  mengharap akan segera berlalunya musibah. Sedangkan ridha adalah  kelapangan jiwa dalam menerima taqdir Allah swt. Dan menjadikan ridha  sendiri sebagai penawarnya. Sebab didalam hatinya selalu tertanam  sangkaan baik (Husnuzan) terhadap sang Khaliq bagi orang yang ridha  ujian adalah pembangkit semangat untuk semakin dekat kepada Allah, dan  semakin mengasyikkan dirinya untuk bermusyahadah kepada Allah.
Dalam suatu kisah Abu Darda’, pernah melayat pada sebuah keluarga, yang  salah satu anggota keluarganya meninggal dunia. Keluarga itu ridha dan  tabah serta memuji Allah swt. Maka Abu Darda’ berkata kepada mereka.  “Engkau benar, sesungguhnya Allah swt. apabila memutuskan suatu perkara,  maka dia senang jika taqdirnya itu diterima dengan rela atau ridha.
Begitu tingginya keutamaan ridha, hingga ulama salaf mengatakan, tidak  akan tampak di akhirat derajat yang tertinggi daripada orang-orang yang  senantiasa ridha kepada Allah swt. dalam situasi apapun (Hikmah,  Republika, Senin 5 Februari 2007, Nomor: 032/Tahun ke 15)
c. Ridha terhadap perintah orang tua.
Ridha terhadap perintah orang tua merupakan salah satu bentuk ketaatan  kita kepada Allah swt. karena keridhaan Allah tergantung pada keridhaan  orang tua, perintah Allah dalam Q.S. Luqman (31) ayat 14 ;
     •              
Artinya :
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang  ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang  bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku  dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (Q.S.  Luqman :14)
Bahkan Rasulullah bersabda : “Keridhaan Allah tergantung keridhaan orang  tua, dan murka Allah tergantung murka orang tua”. Begitulah tingginya  nilai ridha orang tua dalam kehidupan kita, sehingga untuk mendapatkan  keridhaan dari Allah, mempersyaratkan adanya keridhaan orang tua.  Ingatlah kisah Juraij, walaupun beliau ahli ibadah, ia mendapat murka  Allah karena ibunya tersinggung ketika ia tidak menghiraukan panggilan  ibunya.
d. Ridha terhadap peraturan dan undang-undang negara
Mentaati peraturan yang belaku merupakan bagian dari ajaran Islam dan  merupakan salah satu bentuk ketaatan kepada Allah swt. karena dengan  demikian akan menjamin keteraturan dan ketertiban sosial. Mari kita  hayati firman Allah dalam Q.S. an-Nisa (4) ayat 59 berikut :
                                 
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),  dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat  tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul  (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari  kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik  akibatnya.( Q.S. an-Nisa :59)
Ulil Amri artinya orang-orang yang diberi kewenangan, seperti ulama dan  umara (Ulama dan pemerintah). Ulama dengan fatwa dan nasehatnya  sedangkan umara dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Termasuk dalam ridha terhadap peraturan dan undang-undang negara adalah  ridha terhadap peraturan sekolah, karena dengan sikap demikian, berarti  membantu diri sendiri, orang tua, guru dan sekolah dalam mencapai tujuan  pendidikan. Dengan demikian mempersiapkan diri menjadi kader bangsa  yang tangguh.
C. Amal Saleh
Amal Saleh artinya perbuatan yang baik. Beramal shaleh artinya melakukan  hal-hal positif secara kreatif. Amal diartikan sebuah proses. Amal  saleh diartikan sebuah proses yang baik sehingga menghasilkan sesuatu  yang baik. Memperbanyak amal saleh berarti banyak jalan/cara yang baik  (halal) untuk memperoleh sesuatu yang baik. Misalnya si Adnan rajin  belajar dengan menciptakan cara-cara (berbagai cara) belajar yang  kreatif, hasilnya dia memperoleh nilai maksimal dalam ujiannya. Rajin  belajar dengan berbagai cara kreatif adalah amal saleh. Ukuran kesalehan  adalah berdasarkan al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw. yang prinsipnya  antara lain sebagai berikut:
o Niat yang tulus
Dalam Islam, niat adalah salah satu faktor penentu apakah amal sesorang  dikatakan shaleh atau bukan. Sebelum seseorang berbuat hendaklah  luruskan dulu niat dan tujuannya , yaitu hanya semata-mata mencari ridha  Allah. Sebagai contoh, menyapu kelas yang kotor adalah amal shaleh,  tetapi jika dilakukan terpaksa atau karena ingin dipuji oleh guru, maka  pertbuatan tersebut tidak termasuk amal shaleh karena tidak punya nilai  di hadapan Allah.
o Ada manfa’atnya
Artinya perbuatan yang hendak dilakukan benar-benar bermanfa’at baik  bagi dirinya maupun bagi orang lain; Baik untuk di dunia ataupun untuk  di akhirat. Islam mengajarkan bahwa perbuatan yang tak mengandung  manfa’at tidak boleh dilakukan, karena termasuk perbuatan sia-sia  (tabzir)
o Prosesnya benar
Perbuatan dipandang benar atau termasuk amal shaleh apabila prosesnya  tidak bertentangan dengan norma-norma agama dan akhlaq mulia. Sebagai  contoh, seseorang berjualan atau dagang dengan tujuan untuk mencari  rizki agar bisa menafkahi keluarganya, tetapi dengan cara-cara yang  tidak halal, misalnya dengan cara menipu atau mengurangi timbangan dan  sebagainya. Maka perbuatan dagang tersebut menjadi tercela, tidak  termasuk amal shaleh.
1. Bentuk-bentuk amal saleh
Saleh secara ilahiyah dan saleh secara sosial. Kesalehan haruslah  memiliki dua dimensi sekaligus. Jika dimata Allah dianggap saleh, maka  dimata manusiapun haruslah mendapatkan pengakuan yang sama. Karena  kesalehan dihadapan Allah haruslah diperoleh manfaatnya oleh masyarakat  manusia sekitarnya. Perhatikan hadis berikut yang artinya :
“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata  yang baik-baik, kalau ia tidak sanggup melakukannya, hendaklah ia diam”.
Sabdanya lagi :
“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia  menghormati tetangganya”.
Sabdanya lagi :
“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia  menghormat tamunya”.
Sabdanya lagi :
“Iman itu ada 70 cabang, dan malu termasuk cabang iman”.
Dari hadis-hadis tersebut, bahwa buah dari keimanan kepada Allah dan  hari akhir adalah kesalehan sosial.
2. Cara memelihara kesalehan, adalah bergaul dengan orang-orang yang  saleh
Perhatikan kisah-kisah berikut !
Suatu hari, Syafiq al-Balkhi (seorang dokter ahli jiwa) berkata kepada  muridnya Hatim al-Asham.”Apa yang kau pelajari selama tinggal bersamaku  (30 tahun). Hatim al-Asham menjawab, ada enam perkara yang dapat kuambil  :
Pertama, Aku melihat orang-orang selalu ragu dalam mensikapi masalah  ketentuan rizki. Tidak satupun dari mereka kecuali bersikap kikir  terhadap harta yang dimilikinya, dan tamak dalam memperolehnya. Namun  aku bertawakal kepada Allah karena firmanNya dalam Q.S. Hud (11) ayat 6 :  “Dan tidak ada satu binatang melatapun di bumi ini melainkan Allahlah  yang menjamin rizkinya”. Oleh karena aku termasuk binatang melata, maka  hatiku tidak merisaukan sesuatu yang sudah dijamin Allah Yang Maha  Perkasa dan Maha Kuat”. Sang guru baru berkata, “Bagus”.
Kedua, Aku melihat setiap orang mempunyai teman untuk mencurahkan  rahasia dan mengadukan permasalahannya kepadanya, namun teman mereka itu  tidak dapat menyimpan rahasia dan tidak mau saling menolong. Maka aku  menjadikan amal salehku sebagai teman, supaya dapat menolongku saat hari  perhitungan (hisab), meneguhkan diriku dihadapan Allah dan menemaniku  saat meniti shirat. Sang guru berkata : “Bagus”.
Ketiga, Aku melihat setiap orang mempunyai musuh dan saat kucermati  diriku, ternyata musuhku bukanlah orang yang menggunjingku. Tidak pula  orang yang menzalimiku dan menyakitiku, tetapi musuhku adalah orang yang  ketika aku sedang taat kepada Allah ia menggodaku dengan perbuatan  maksiatnya. Aku melihat bahwa yang berbuat demikian itu adalah iblis,  jiwa dunia dan hawa nafsu. Aku menjadikan semua itu sebagai musuh, aku  menjaga diri dari mereka dan aku mempersiapkan diri untuk memerangi  mereka. Aku tidak akan membiarkan salah satupun dari mereka mendekatiku.  Sang guru berkata : “Bagus”.
Keempat, Aku melihat bahwa setiap makhluk hidup senantiasa dibuntuti.  Dan yang membuntuti adalah malaikat maut. Maka aku mempersiapkan diriku  untuk menemuinya hingga bila dia datang, aku pergi bersamanya tanpa  halangan. Sang guru berkata : “Bagus”.
Kelima, Aku melihat orang-orang saling mencinta dan membenci dan aku  melihat orang mencintai tidak memiliki sesuatu untuk kekasihnya. Aku  merenungkan sebab percintaan dan kebencian mereka, maka aku tahu  penyebabnya adalah fisik (jasad). Aku menafikan (sebab fisik) dengan  menafikan hubungan-hubungan antar jiwa dan jasadku, yaitu hubungan  syahwat. Maka aku mencintai semua orang, aku tidak merelakan sesuatu  atas mereka kecuali apa yang aku ridhai untuk diriku. Sang guru berkata :  “Bagus”.
Keenam, Aku melihat bahwa setiap orang akan meninggalkan tempat  tinggalnya dan nasib setiap orang akan kembali ke liang kubur. Maka aku  mempersiapkan semua amal perbuatan yang mampu kulakukan dan yang akan  membahagiakanku ditempat yang baru itu, yang tidak ada satupun  dibaliknya, kecuali surga dan neraka.
Sang guru Syafiq al-Balkhi menimpali :”cukup dan laksanakanlah enam  perkara itu sampai mati”.
Dari kisah tersebut dapat disimpulkan bahwa kesalehan akan terpelihara  dengan baik apabila kita bergaul dengan orang-orang saleh juga.
3. Amal saleh dapat menolong saat kesulitan
Amal-amal saleh ternyata dapat menolong si pemiliknya dalam kesulitan,  sebagaimana dikisahkan oleh rasulullah berikut !
“Ada tiga orang dari umat sebelum kalian melakukan perjalanan hingga  malam menjelang. Merekapun bermalam di sebuah gua. Ketika mereka masuk  di bagian dalam, tiba-tiba sebuah batu besar jatuh dari atas bukit dan  menyumbat mulut gua. Mereka berkata kepada diri mereka masing-masing.  Tidak akan bisa menyelamatkan diri, kecuali bila memohon kepada Allah  dengan perbuatan saleh pernah dilakukan”.
Seorang dari mereka berdo’a : “Ya Allah hamba dulu mempunyai bapak dan  ibu yang sudah tua renta. Hamba senantiasa memberi minum kedua orang tua  hamba sebelum memberi minum keluarga dan anak-anak hamba. Pada suatu  hari karena pekerjaan hamba mencari kayu membuat hamba pergi terlampau  jauh hingga tidak bisa pulang dan merekapun tertidur menunggu kedatangan  hamba. Sampai di rumah hamba langsung memerah susu untuk keduanya, tapi  mereka sudah pulas. Hamba merasa segan untuk membangunkan mereka dan  hambapun tidak mau memberi minum keluarga dan anak-anak hamba sebelum  mereka minum terlebih dahulu. Maka hambapun memutuskan untuk tetap  menunggu dengan periuk di tangan hingga fajar mulai menerangi dan  anak-anak hamba merintih kelaparan, merajuk di kaki hamba. Tak lama  kedua orang tua hamba bangun dan mereka bisa minum minuman yang telah  hamba sediakan. “Ya Allah, Jika menurutMu hamba melakukan hal itu demi  mendapat keridhaanMu, maka lepaskanlah kami dari musibah batu yang  menimpa kami”. Dan tiba-tiba batu penyumbat mulut gua itu bergeser,  tetapi belum cukup untuk bisa keluar.
Salah seorang dari mereka memohon lagi : Hamba dulu mempunyai saudara  sepupu perempuan dan dia adalah orang yang paling hamba cintai. Hamba  terus berusaha membujuknya, namun ia menolak hasrat cinta hamba. Hingga  akhirnya datang musim kemarau yang panjang, iapun datang menemui hamba,  hamba memberinya 120 dinar dengan syarat ia mau melayani keinginan  hamba, maka ia menyanggupinya. Ketika hamba hendak menjamahnya, ia  berkata, “takutlah kepada Allah dan janganlah engkau gunakan cincin ini  kecuali sesuai haknya”. Mendengar kata-kata itu hambapun pergi  meninggalkannya, dan dia tetap orang yang paling hamba cintai. Hamba  tinggalkan emas yang telah hamba berikan padanya. Ya Allah jika hamba  melakukan perbuatan itu karena mengharap keridhaanMu, maka lepaskanlah  kami dari apa yang menimpa kami. Seketika itu batu mulai terkuak lagi  namun belum cukup untuk keluar dari gua itu.
Lelaki ketiga ganti memohon, “Ya Allah, hamba dulu sering menyewa  pekerja dan senantiasa memberikan mereka upah, kecuali seorang dari  mereka pergi, tidak memberitahukan kemana perginya. Hambapun memutuskan  untuk menginvestasikan upah orang itu hingga berkembang menjadi banyak.  Suatu ketika si pekerja itu datang kepada hamba dan berkata, “Wahai  hamba Allah, berikan padaku upah kerjaku”. Hamba berkata kepadanya,  “Semua yang kamu lihat, unta, sapi, kambing dan budak-budak ini adalah  upah kerjamu. Orang itu berkata, “Wahai hamba Allah, janganlah bergurau  denganku”. Hamba menjawab, “Aku tidak bergurau”. Maka orang itu  mengambil semua hartanya dan tidak menyisakan sedikitpun dari harta itu.  “Ya Allah, jika hamba melakukan semua itu demi mengharap ridhaMu, maka  lepaskanlah kami dari musibah yang menimpa kami”. Maka terbukalah batu  yang menyumbat mulut gua itu, dan mereka bertiga keluar dari gua dengan  selamat. (H.R.Al-Bukhari dan Muslim)
Melihat kisah tersebut maka perbanyaklah sadaqah dan amal saleh karena  sadaqah dan amal saleh bisa menjadi tolak balak dan akan menjadi  penolong dari kesulitan dalam kehidupan.



Tidak ada komentar:
Posting Komentar