Elektrokimia I : Penyetaraan Reaksi Redoks dan Sel Volta
Dalam tulisan ini, kita akan mempelajari dasar-dasar reaksi redoks,  mempelajari cara menyetarakan reaksi redoks dengan metode perubahan  bilangan oksidasi dan metode setengah reaksi, serta mempelajari  seluk-beluk tentang sel volta dan aplikasinya dalam kehidupan  sehari-hari.
Reaksi Redoks adalah reaksi yang didalamnya terjadi perpindahan elektron  secara berurutan dari satu spesies kimia ke spesies kimia lainnya, yang  sesungguhnya terdiri atas dua reaksi yang berbeda, yaitu oksidasi  (kehilangan elektron) dan reduksi (memperoleh elektron). Reaksi ini  merupakan pasangan, sebab elektron yang hilang pada reaksi oksidasi sama  dengan elektron yang diperoleh pada reaksi reduksi. Masing-masing  reaksi (oksidasi dan reduksi) disebut reaksi paruh (setengah reaksi),  sebab diperlukan dua setengah reaksi ini untuk membentuk sebuah reaksi  dan reaksi keseluruhannya disebut reaksi redoks.
Ada tiga definisi yang dapat digunakan untuk oksidasi, yaitu kehilangan  elektron, memperoleh oksigen, atau kehilangan hidrogen. Dalam pembahasan  ini, kita menggunakan definisi kehilangan elektron. Sementara definisi  lainnya berguna saat menjelaskan proses fotosintesis dan pembakaran.
Oksidasi adalah reaksi dimana suatu senyawa kimia kehilangan elektron  selama perubahan dari reaktan menjadi produk. Sebagai contoh, ketika  logam Kalium bereaksi dengan gas Klorin membentuk garam Kalium Klorida  (KCl), logam Kalium kehilangan satu elektron yang kemudian akan  digunakan oleh klorin. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
K —–> K+ + e-
Ketika Kalium kehilangan elektron, para kimiawan mengatakan bahwa logam  Kalium itu telah teroksidasi menjadi kation Kalium.
Seperti halnya oksidasi, ada tiga definisi yang dapat digunakan untuk  menjelaskan reduksi, yaitu memperoleh elektron, kehilangan oksigen, atau  memperoleh hidrogen. Reduksi sering dilihat sebagai proses memperoleh  elektron. Sebagai contoh, pada proses penyepuhan perak pada perabot  rumah tangga, kation perak direduksi menjadi logam perak dengan cara  memperoleh elektron. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
Ag+ + e- ——> Ag
Ketika mendapatkan elektron, para kimiawan mengatakan bahwa kation perak  telah tereduksi menjadi logam perak.
Baik oksidasi maupun reduksi tidak dapat terjadi sendiri, harus  keduanya. Ketika elektron tersebut hilang, sesuatu harus mendapatkannya.  Sebagai contoh, reaksi yang terjadi antara logam seng dengan larutan  tembaga (II) sulfat dapat dinyatakan dalam persamaan reaksi berikut :
Zn(s) + CuSO4(aq) ——> ZnSO4(aq) + Cu(s)
Zn(s) + Cu2+(aq) ——> Zn2+(aq) + Cu(s) (persamaan ion bersih)
Sebenarnya, reaksi keseluruhannya terdiri atas dua reaksi paruh :
Zn(s) ——> Zn2+(aq) + 2e-
Cu2+(aq) + 2e- ——> Cu(s)
Logam seng kehilangan dua elektron, sedangkan kation tembaga (II)  mendapatkan dua elektron yang sama. Logam seng teroksidasi. Tetapi,  tanpa adanya kation tembaga (II), tidak akan terjadi suatu apa pun.  Kation tembaga (II) disebut zat pengoksidasi (oksidator). Oksidator  menerima elektron yang berasal dari spesies kimia yang telah  teroksidasi.
Sementara kation tembaga (II) tereduksi karena mendapatkan elektron.  Spesies yang memberikan elektron disebut zat pereduksi (reduktor). Dalam  hal ini, reduktornya adalah logam seng. Dengan demikian, oksidator  adalah spesies yang tereduksi dan reduktor adalah spesies yang  teroksidasi. Baik oksidator maupun reduktor berada di ruas kiri  (reaktan) persamaan redoks.
Elektrokimia adalah salah satu dari cabang ilmu kimia yang mengkaji  tentang perubahan bentuk energi listrik menjadi energi kimia dan  sebaliknya. Proses elektrokimia melibatkan reaksi redoks. Proses  transfer elektron akan menghasilkan sejumlah energi listrik. Aplikasi  elektrokimia dapat diterapkan dalam dua jenis sel, yaitu sel volta dan  sel elektrolisis. Sebelum membahas kedua jenis sel tersebut, kita  terlebih dahulu akan mempelajari metode penyetaraan reaksi redoks.
Persamaan reaksi redoks biasanya sangat kompleks, sehingga metode  penyeteraan reaksi kimia biasa tidak dapat diterapkan dengan baik.  Dengan demikian, para kimiawan mengembangkan dua metode untuk  menyetarakan persamaan redoks. Salah satu metode disebut metode  perubahan bilangan oksidasi (PBO), yang berdasarkan pada perubahan  bilangan oksidasi yang terjadi selama reaksi. Metode lain, disebut  metode setengah reaksi (metode ion-elektron). Metode ini melibatkan dua  buah reaksi paruh, yang kemudian digabungkan menjadi reaksi redoks  keseluruhan.
Berikut ini penjelasan sekilas tentang metode setengah reaksi :  persamaan redoks yang belum setara diubah menjadi persamaan ion dan  kemudian dipecah menjadi dua reaksi paruh, yaitu reaksi oksidasi dan  reaksi reduksi; setiap reaksi paruh ini disetarakan dengan terpisah dan  kemudian digabungkan untuk menghasilkan ion yang telah disetarakan;  akhirnya, ion-ion pengamat kembali dimasukkan ke persamaan ion yang  telah disetarakan, mengubah reaksi menjadi bentuk molekulnya.
Sebagai contoh, saya akan menjelaskan langkah-langkah untuk menyetarakan  persamaan redoks berikut :
Fe2+(aq) + Cr2O72-(aq) ——> Fe3+(aq) + Cr3+(aq)
1. Menuliskan persamaan reaksi keseluruhan
Fe2+ + Cr2O72- ——> Fe3+ + Cr3+
2. Membagi reaksi menjadi dua reaksi paruh
Fe2+ ——> Fe3+
Cr2O72- ——> Cr3+
3. Menyetarakan jenis atom dan jumlah atom dan muatan pada masing-masing  setengah reaksi; dalam suasana asam, tambahkan H2O untuk menyetarakan  atom O dan H+ untuk menyetarakan atom H
Fe2+ ——> Fe3+ + e-
6 e- + 14 H+ + Cr2O72- ——> 2 Cr3+ + 7 H2O
4. Menjumlahkan kedua setengah reaksi; elektron pada kedua sisi harus  saling meniadakan; jika oksidasi dan reduksi memiliki jumlah elektron  yang berbeda, maka harus disamakan terlebih dahulu
6 Fe2+ ——> 6 Fe3+ + 6 e- ……………… (1)
6 e- + 14 H+ + Cr2O72- ——> 2 Cr3+ + 7 H2O ……………… (2)
6 Fe2+ + 14 H+ + Cr2O72- ——> 6 Fe3+ + 2 Cr3+ + 7 H2O ………………… [(1) +  (2)]
5. Mengecek kembali dan yakin bahwa kedua ruas memiliki jenis atom dan  jumlah atom yang sama, serta memiliki muatan yang sama pada kedua ruas  persamaan reaksi
Untuk reaksi yang berlangsung dalam suasana basa, tambahkan ion OH-  dalam jumlah yang sama dengan ion H+ pada masing-masing ruas untuk  menghilangkan ion H+. Persamaan reaksi tersebut berubah menjadi sebagai  berikut :
6 Fe2+ + 14 H+ + 14 OH- + Cr2O72- ——> 6 Fe3+ + 2 Cr3+ + 7 H2O + 14  OH-
6 Fe2+ + 14 H2O + Cr2O72- ——> 6 Fe3+ + 2 Cr3+ + 7 H2O + 14 OH-
6 Fe2+ + 7 H2O + Cr2O72- ——> 6 Fe3+ + 2 Cr3+ + 14 OH-
Berikut ini adalah contoh lain penyelesaian penyetaraan persamaan reaksi  redoks :
Cu(s) + HNO3(aq) ——> Cu(NO3)2(aq) + NO(g) + H2O(l)
1. Mengubah reaksi redoks yang belum disetarakan menjadi bentuk ion
Cu + H+ + NO3- ——> Cu2+ + 2 NO3- + NO + H2O
2. Menentukan bilangan oksidasi dan menuliskan dua setengah reaksi  (oksidasi dan reduksi) yang menunjukkan spesies kimia yang telah  mengalami perubahan bilangan oksidasi
Cu ——> Cu2+
NO3- ——> NO
3. Menyetarakan semua atom, dengan pengecualian untuk oksigen dan  hidrogen
Cu ——> Cu2+
NO3- ——> NO
4. Menyetarakan atom oksigen dengan menambahkan H2O pada ruas yang  kekurangan oksigen
Cu ——> Cu2+
NO3- ——> NO + 2 H2O
5. Menyetarakan atom hidrogen dengan menambahkan H+ pada ruas yang  kekurangan hidrogen
Cu ——> Cu2+
4 H+ + NO3- ——> NO + 2 H2O
6. Menyetarakan muatan ion pada setiap ruas setengah reaksi dengan  menambahkan elektron
Cu ——> Cu2+ + 2 e-
3 e- + 4 H+ + NO3- ——> NO + 2 H2O
7. Menyetarakan kehilangan elektron dengan perolehan elektron antara  kedua setengah reaksi
3 Cu ——> 3 Cu2+ + 6 e-
6 e- + 8 H+ + 2 NO3- ——> 2 NO + 4 H2O
8. Menggabungkan kedua reaksi paruh tersebut dan menghilangkan spesi  yang sama di kedua sisi; elektron selalu harus dihilangkan (jumlah  elektron di kedua sisi harus sama)
3 Cu ——> 3 Cu2+ + 6 e- …………………….. (1)
6 e- + 8 H+ + 2 NO3 ——> 2 NO + 4 H2O …………………….. (2)
3 Cu + 8 H+ + 2 NO3- ——> 3 Cu2+ + 2 NO + 4 H2O …………………………….. [(1) +  (2)]
9. Mengubah persamaan reaksi kembali ke bentuk molekulnya dengan  menambahkan ion pengamat
3 Cu + 8 H+ + 2 NO3- + 6 NO3- ——> 3 Cu2+ + 2 NO + 4 H2O + 6 NO3-
3 Cu + 8 HNO3 ——> 3 Cu(NO3)2 + 2 NO + 4 H2O
10. Memeriksa kembali untuk meyakinkan bahwa semua atomnya telah setara,  semua muatannya telah setara, dan semua koefisiennya ada dalam bentuk  bilangan bulat terkecil
Metode lain yang digunakan dalam menyetarakan persamaan reaksi redoks  adalah metode perubahan bilangan oksidasi (PBO). Saya akan menjelaskan  langkah-langkah penyetaraan reaksi redoks dengan metode PBO melalu  contoh berikut :
MnO4-(aq) + C2O42-(aq) ——> Mn2+(aq) + CO2(g)
1. Menentukan bilangan oksidasi masing-masing unsur
MnO4- + C2O42- ——> Mn2+ + CO2
+7 -2 +3 -2 +2 +4 -2
2. Menentukan unsur yang mengalami perubahan bilangan oksidasi serta  besarnya perubahan bilangan oksidasi
Mn mengalami perubahan bilangan oksidasi dari +7 menjadi +2; besarnya  perubahan bilangan oksidasi (Δ) sebesar 5
C mengalami perubahan bilangan oksidasi dari +3 menjadi +4; besarnya  perubahan bilangan okisdasi (Δ) sebesar 1
3. Mengalikan perubahan bilangan oksidasi (Δ) dengan jumlah atom yang  mengalami perubahan bilangan oksidasi
Mn : Δ = 5 x 1 = 5
C : Δ = 1 x 2 = 2
4. Menyamakan jumlah atom yang mengalami perubahan bilangan oksidasi  pada masing-masing ruas
MnO4- + C2O42- ——> Mn2+ + 2 CO2
5. Menyamakan perubahan bilangan oksidasi (Δ); bilangan pengali  dijadikan sebagai koefisien reaksi baru
Mn dikalikan 2 dan C dikalikan 5, sehingga Δ kedua unsur sama, yaitu  sebesar 10
2 MnO4- + 5 C2O42- ——> 2 Mn2+ + 10 CO2
6. Dalam tahap ini, reaksi hampir selesai disetarakan; selanjutnya atom O  dapat disetarakan dengan menambahkan H2O pada ruas yang kekurangan atom  O; sementara untuk menyetarakan atom H, gunakan H+
16 H+ + 2 MnO4- + 5 C2O42- ——> 2 Mn2+ + 10 CO2 + 8 H2O
7. Memeriksa kembali untuk meyakinkan bahwa semua atomnya telah setara,  semua muatannya telah setara, dan semua koefisiennya ada dalam bentuk  bilangan bulat terkecil
Untuk reaksi yang berlangsung dalam suasana basa, tambahkan ion OH-  dalam jumlah yang sama dengan ion H+ pada masing-masing ruas untuk  menghilangkan ion H+. Persamaan reaksi tersebut berubah menjadi sebagai  berikut :
16 OH- + 16 H+ + 2 MnO4- + 5 C2O42- ——> 2 Mn2+ + 10 CO2 + 8 H2O + 16  OH-
16 H2O + 2 MnO4- + 5 C2O42- ——> 2 Mn2+ + 10 CO2 + 8 H2O + 16 OH-
8 H2O + 2 MnO4- + 5 C2O42- ——> 2 Mn2+ + 10 CO2 + 16 OH-
Selanjutnya, saya akan kembali memberikan sebuah contoh penyelesaian  persamaan reaksi redoks dengan metode PBO :
MnO(s) + PbO2(s) + HNO3(aq) ——> HMnO4(aq) + Pb(NO3)2(aq) + H2O(l)
1. Mengubah reaksi redoks yang belum disetarakan menjadi bentuk ion
MnO + PbO2 + H+ + NO3‑ ——> H+ + MnO4- + Pb2+ + 2 NO3- + H2O
2. Menentukan bilangan oksidasi masing-masing unsur
MnO + PbO2 + H+ + NO3‑ ——> H+ + MnO4- + Pb2+ + 2 NO3- + H2O
+2 -2 +4 -2 + 1 +5 -2 +1 +7 -2 +2 +5 -2 +1 -2
3. Menuliskan kembali semua unsur yang mengalami perubahan bilangan  oksidasi; ion pengamat tidak disertakan
MnO + PbO2 ——> MnO4- + Pb2+
+2 -2 +4 -2 +7 -2 +2
4. Menentukan unsur yang mengalami perubahan bilangan oksidasi serta  besarnya perubahan bilangan oksidasi
Mn mengalami perubahan bilangan oksidasi dari +2 menjadi +7; besarnya  perubahan bilangan oksidasi (Δ) sebesar 5
Pb mengalami perubahan bilangan oksidasi dari +4 menjadi +2; besarnya  perubahan bilangan okisdasi (Δ) sebesar 2
5. Mengalikan perubahan bilangan oksidasi (Δ) dengan jumlah atom yang  mengalami perubahan bilangan oksidasi
Mn : Δ = 5 x 1 = 5
Pb : Δ = 2 x 1 = 2
6. Menyamakan jumlah atom yang mengalami perubahan bilangan oksidasi  pada masing-masing ruas
MnO + PbO2 ——> MnO4- + Pb2+
7. Menyamakan perubahan bilangan oksidasi (Δ); bilangan pengali  dijadikan sebagai koefisien reaksi baru
Mn dikalikan 2 dan Pb dikalikan 5, sehingga Δ kedua unsur sama, yaitu  sebesar 10
2 MnO + 5 PbO2 ——> 2 MnO4- + 5 Pb2+
8. Dalam tahap ini, reaksi hampir selesai disetarakan; selanjutnya atom O  dapat disetarakan dengan menambahkan H2O pada ruas yang kekurangan atom  O; sementara untuk menyetarakan atom H, gunakan H+
8 H+ + 2 MnO + 5 PbO2 ——> 2 MnO4- + 5 Pb2+ + 4 H2O
9. Mengubah persamaan reaksi kembali ke be ntuk molekulnya dengan  menambahkan ion pengamat
10 NO3- + 2 H+ + 8 H+ + 2 MnO + 5 PbO2 ——> 2 MnO4- + 5 Pb2+ + 4 H2O +  2 H+ + 10 NO3-
2 MnO + 5 PbO2 + 10 HNO3 ——> 2 HMnO4 + 5 Pb(NO3)2 + 4 H2O
10. Memeriksa kembali untuk meyakinkan bahwa semua atomnya telah setara,  semua muatannya telah setara, dan semua koefisiennya ada dalam bentuk  bilangan bulat terkecil
Pada pembahasan sebelumnya, kita telah mengetahui bahwa saat sepotong  logam seng dicelupkan ke dalam larutan tembaga (II) sulfat, akan terjadi  reaksi redoks. Logam seng akan teroksidasi menjadi ion Zn2+, sementara  ion Cu2+ akan tereduksi menjadi logam tembaga yang menutupi permukaan  logam seng. Persamaan untuk reaksi ini adalah sebagai berikut :
Zn(s) + Cu2+(aq) ——> Zn2+(aq) + Cu(s)
Ini merupakan contoh perpindahan elektron langsung. Logam seng  memberikan dua elektron (menjadi teroksidasi) ke ion Cu2+ yang menerima  kedua elektron tersebut (mereduksinya menjadi logam tembaga). Logam  tembaga akan melapisi permukaan logam seng.
Seandainya kedua reaksi paruh tersebut dapat dipisahkan, sehingga ketika  logam seng teroksidasi, elektron akan dilepaskan dan dialirkan melalui  kawat penghantar untuk mencapai ion Cu2+ (perpindahan elektron tidak  langsung), kita akan mendapatkan sesuatu yang bermanfaat. Selama reaksi  kimia berlangsung, akan terjadi aliran elektron yang menghasilkan energi  listrik. Peralatan yang dapat mengubah energi kimia (reaksi redoks)  menjadi arus listrik (aliran elektron = energi listrik) dikenal dengan  Sel Volta atau Sel Galvani.
Salah satu contoh sel volta yang sering digunakan para kimiawan adalah  Sel Daniell. Sel volta ini menggunakan reaksi antara logam Zn dan ion  Cu2+ untuk menghasilkan listrik. Sel Daniell diberi nama menurut  penemunya, John Frederic Daniell, seorang kimiawan Inggris yang  menemukannya pada tahun 1836).
Pada Sel Daniell, sepotong logam seng dimasukkan ke dalam larutan seng  (II) sulfat, ZnSO4(aq), pada satu wadah. Sementara, sepotong logam  tembaga juga dimasukkan ke dalam larutan tembaga (II) sulfat, CuSO4(aq),  pada wadah lainnya. Potongan logam tersebut disebut elektroda yang  berfungsi sebagai ujung akhir atau penampung elektron. Kawat penghantar  akan menghubungkan elektroda-elektrodanya. Selanjutnya, rangkaian sel  dilengkapi pula dengan jembatan garam. Jembatan garam, biasanya berupa  tabung berbentuk U yang terisi penuh dengan larutan garam pekat,  memberikan jalan bagi ion untuk bergerak dari satu tempat ke tempat  lainnya untuk menjaga larutan agar muatan listriknya tetap netral.
Sel Daniell bekerja atas dasar prinsip reaksi redoks. Logam seng  teroksidasi dan membebaskan elektron yang mengalir melalui kawat menuju  elektroda tembaga. Selanjutnya, elektron tersebut digunakan oleh ion  Cu2+ yang mengalami reduksi membentuk logam tembaga. Ion Cu2+ dari  larutan tembaga (II) sulfat akan melapisi elektroda tembaga, sedangkan  elektroda seng semakin berkurang (habis). Kation-kation di dalam  jembatan garam berpindah ke wadah yang mengandung elektroda tembaga  untuk menggantikan ion tembaga yang semakin habis. Sebaliknya,  anion-anion pada jembatan garam berpindah ke sisi elektroda seng, yang  menjaga agar larutan yang mengandung ion Zn2+ tetap bermuatan listrik  netral.
Elektroda seng disebut anoda, yaitu elektroda yang menjadi tempat  terjadinya reaksi oksidasi. Oleh karena anoda melepaskan elektron, maka  anoda kaya akan elektron sehingga diberi tanda negatif (kutub negatif).  Sementara, elektroda tembaga disebut katoda, yaitu elektroda yang  menjadi tempat terjadinya reaksi reduksi. Oleh karena katoda menerima  elektron, maka katoda kekurangan elektron sehingga diberi tanda positif  (kutub positif).
Reaksi yang terjadi pada masing-masing elektroda (reaksi setengah sel)  adalah sebagai berikut :
Anoda (-) : Zn(s) ——> Zn2+(aq) + 2e- ……………………. (1)
Katoda (+) : Cu2+(aq) + 2e- ——> Cu(s) ……………………. (2)
Reaksi Sel : Zn(s) + Cu2+(aq) ——> Zn2+(aq) + Cu(s) …………………………… [(1) +  (2)]
Munculnya arus listrik (aliran elektron) yang terjadi dari anoda menuju  katoda disebabkan oleh perbedaan potensial elektrik antara kedua  elektroda tersebut. Melalui percobaan, perbedaan potensial elektrik  antara katoda dan anoda dapat diukur dengan voltmeter dan hasilnya  berupa potensial standar sel (E°sel). Semakin besar perbedaan potensial  elektrik, semakin besar pula arus listrik dan potensial standar sel yang  dihasilkan.
Reaksi yang terjadi pada sel volta dapat dinyatakan dalam bentuk yang  lebih ringkas, yaitu notasi sel. Sesuai dengan kesepakatan, reaksi  oksidasi dinyatakan di sisi kiri, sementara reaksi reduksi dinyatakan di  sisi kanan. Notasi sel untuk Sel Daniell adalah sebagai berikut :
Zn(s) / Zn2+(aq) // Cu2+(aq) / Cu(s)
Saat konsentrasi ion Cu2+ dan Zn2+ masing-masing 1 M, terlihat pada  voltmeter bahwa besarnya potensial standar sel (E°sel) bagi Sel Daniell  adalah 1,10 V pada suhu 25°C. Oleh karena reaksi sel merupakan hasil  penjumlahan dari dua reaksi setengah sel, maka potensial standar sel  merupakan hasil penjumlahan dari dua potensial standar setengah sel.  Pada Sel Daniell, potensial standar sel merupakan hasil penjumlahan  potensial elektroda Cu dan Zn. Dengan mengetahui potensial standar dari  masing-masing elektroda, kita dapat menentukan besarnya potensial  standar sel lain yang terbentuk. Potensial yang digunakan dalam  pemahasan ini adalah potensial standar reduksi.
Potensial standar reduksi masing-masing elektroda dapat ditentukan  dengan membandingkannya terhadap elektroda standar (acuan), yaitu  elektroda hidrogen standar (SHE = Standard Hydrogen Electrode). Keadaan  standar yang dimaksud adalah saat tekanan gas H2 sebesar 1 atm,  konsentrasi larutan ion H+ sebesar 1 M, dan dan pengukuran dilakukan  pada suhu 25°C. Sesuai dengan kesepakatan, SHE memiliki potensial  standar reduksi sebesar nol (E°red SHE = 0).
2 H+ (1 M) + 2 e- ——> H2 (1 atm) E°red = 0 V
SHE dapat digunakan untuk menentukan besarnya potensial standar reduksi  (E°red) elektroda lainnya. Dengan demikian, kita dapat menyusun suatu  daftar yang berisi urutan nilai E°red elektroda-elektroda, dari yang  terkecil (paling negatif) hingga yang terbesar (paling positif). Susunan  elektroda-elektroda tersebut di kenal dengan istilah Deret Volta (deret  kereaktifan logam).
Li – K – Ba – Sr – Ca – Na – Mg – Al – Mn – Zn – Cr – Fe – Cd – Co – Ni –  Sn – Pb – H+ – Cu – Ag – Hg – Pt – Au
Logam-logam yang terletak di sisi kiri H+ memiliki E°red bertanda  negatif. Semakin ke kiri, nilai E°red semakin kecil (semakin negatif).  Hal ini menandakan bahwa logam-logam tersebut semakin sulit mengalami  reduksi dan cenderung mengalami oksidasi. Oleh sebab itu, kekuatan  reduktor akan meningkat dari kanan ke kiri. Sebaliknya, logam-logam yang  terletak di sisi kanan H+ memiliki E°red bertanda positif. Semakin ke  kanan, nilai E°red semakin besar (semakin positif). Hal ini berarti  bahwa logam-logam tersebut semakin mudah mengalami reduksi dan sulit  mengalami oksidasi. Oleh sebab itu, kekuatan oksidator akan meningkat  dari kiri ke kanan. Singkat kata, logam yang terletak disebelah kanan  relatif terhadap logam lainnya, akan mengalami reduksi. Sementara, logam  yang terletak di sebelah kiri relatif terhadap logam lainnya, akan  mengalami oksidasi. Logam yang terletak disebelah kiri relatif terhadap  logam lainnya mampu mereduksi ion logam menjadi logam (mendesak ion dari  larutannya menjadi logam). Sebaliknya, logam yang terletak di sebelah  kanan relatif terhadap logam lainnya mampu mengoksidasi logam menjadi  ion logam (melarutkan logam menjadi ion dalam larutannya).
Sebagai contoh, kita ingin merangkai sebuah sel volta dengan menggunakan  elektroda Fe dan Ni. Berdasarkan susunan logam pada deret volta, logam  Fe terletak di sebelah kiri relatif terhadap logam Ni. Hal ini  menandakan bahwa logam Ni lebih mudah tereduksi dibandingkan logam Fe.  Akibatnya, dalam sel volta, elektroda Ni berfungsi sebagai katoda,  sedangkan elektroda Fe berfungsi sebagai anoda. Reaksi yang terjadi pada  sel volta adalah sebagai berikut :
Katoda (+) : Ni2+ + 2 e- ——> Ni ……………………. (1)
Anoda (-) : Fe ——> Fe2+ + 2 e- ……………………. (2)
Reaksi Sel : Fe + Ni2+ ——> Fe2+ + Ni …………………………………… [(1) + (2)]
Notasi Sel : Fe / Fe2+ // Ni2+ / Ni
Sesuai dengan kesepakatan, potensial sel (E°sel) merupakan kombinasi  dari E°red katoda dan E°red anoda, yang ditunjukkan melalui persamaan  berikut :
E°sel = E° katoda – E° anoda
Potensial reduksi standar (E°red) masing-masing elektroda dapat dilihat  pada Tabel Potensial Standar Reduksi. Dari tabel, terlihat bahwa nilai  E°red Fe adalah sebesar -0,44 V. Sementara nilai E°red Ni adalah sebesar  -0,25 V. Dengan demikian, nilai E°sel Fe/Ni adalah sebagai berikut :
E°sel = -0,25 – (-0,44) = +0,19 V
Suatu reaksi redoks dapat berlangsung spontan apabila nilai E°sel  positif. Reaksi tidak dapat berlangsung spontan apabila nilai E°sel  negatif. Reaksi yang dapat berlangsung spontan justru adalah reaksi  kebalikannya.
Apabila larutan tidak dalam keadaan standar, maka hubungan antara  potensial sel (Esel) dengan potensial sel standar (E°sel) dapat  dinyatakan dalam persamaan Nerst berikut ini :
E sel = E°sel – (RT/nF) ln Q
Pada suhu 298 K (25°C), persamaan Nerst berubah menjadi sebagai berikut :
E sel = E°sel – (0,0257/n) ln Q
E sel = E°sel – (0,0592/n) log Q
Esel = potensial sel pada keadaan tidak standar
E°sel = potensial sel pada keadaan standar
R = konstanta gas ideal = 8,314 J/mol.K
T = suhu mutlak (K) [dalam hal ini, kita menggunakan temperatur kamar,  25°C atau 298 K]
n = jumlah mol elektron yang terlibat dalam redoks
F = konstanta Faraday = 96500 C/F
Q = rasio konsentrasi ion produk terhadap konsentrasi ion reaktan
Selama proses reaksi redoks berlangsung, elektron akan mengalir dari  anoda menuju katoda. Akibatnya, konsentrasi ion reaktan akan berkurang,  sebaliknya konsentrasi ion produk akan bertambah. Nilai Q akan  meningkat, yang menandakan bahwa nilai Esel akan menurun. Pada saat  reaksi mencapai kesetimbangan, aliran elektron akan terhenti. Akibatnya,  Esel = 0 dan Q = K (K= konstanta kesetimbangan kimia). Dengan demikian,  konstanta kesetimbangan kimia (K) dapat ditentukan melalui sel volta.
Melalui pembahasan persamaan Nerst, dapat terlihat bahwa besarnya  potensial sel dipengaruhi oleh konsentrasi. Dengan demikian, kita dapat  merakit sel volta yang tersusun dari dua elektroda yang identik, tetapi  masing-masing memiliki konsentrasi ion yang berbeda. Sel seperti ini  dikenal dengan istilah Sel Konsentrasi.
Sebagai contoh, sel konsentrasi dengan elektroda Zn, masing-masing  memiliki konsentrasi ion seng sebesar 1,0 M dan 0,1 M. Larutan yang  relatif pekat akan mengalami reduksi, sementara larutan yang lebih encer  mengalami oksidasi. Potensial standar sel (E°sel) untuk sel konsentrasi  adalah nol (0). Reaksi yang terjadi pada sel konsentrasi Zn adalah  sebagai berikut :
Katoda (+) : Zn2+ (1,0 M) + 2 e- ——> Zn …………………….. (1)
Anoda (-) : Zn ——> Zn2+ (0,1 M) + 2 e‑ …………………….. (2)
Reaksi Sel : Zn2+ (1,0 M) ——> Zn2+ (0,1 M) …………………………….. [(1) + (2)]
Notasi Sel : Zn / Zn2+ (0,1 M) // Zn2+ (1,0 M) / Zn
Potensial sel konsentrasi dapat diperoleh melalui persamaan Nerst  berikut :
E sel = E°sel – (0,0257/2) ln ([Zn2+] encer / [Zn2+] pekat)
E sel = 0 – (0,0257/2) ln [(0,1] / [1,0])
E sel = 0,0296 volt
Potensial sel konsentrasi umumnya relatif kecil dan semakin berkurang  selama proses reaksi berlangsung. Reaksi akan terus berlangsung hingga  kedua wadah mencapai keadaan konsentrasi ion sama. Apabila konsentrasi  ion kedua wadah telah sama, Esel = 0 dan aliran elektron terhenti.
Aplikasi pengetahuan sel volta dapat ditemukan dalam kehidupan  sehari-hari. Salah satu contoh aplikasi sel volta adalah penggunaan batu  baterai. Baterai adalah sel galvani, atau gabungan dari beberapa sel  galvani , yang dapat digunakan sebagai sumber arus listrik. Beberapa  jenis baterai yang kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari, antara lain  :
1. The Dry Cell Battery
Dikenal dengan istilah sel Leclanche atau batu baterai kering. Pada batu  baterai kering, logam seng berfungsi sebagai anoda. Katodanya berupa  batang grafit yang berada di tengah sel. Terdapat satu lapis mangan  dioksida dan karbon hitam mengelilingi batang grafit dan pasta kental  yang terbuat dari amonium klorida dan seng (II) klorida yang berfungsi  sebagai elektrolit. Potensial yang dihasilkan sekitar 1,5 volt.
Reaksi selnya adalah sebagai berikut :
Katoda (+) : 2 NH4+(aq) + 2 MnO2(s) + 2 e- ——> Mn2O3(s) + 2 NH3(aq) +  H2O(l) ……………… (1)
Anoda (-) : Zn(s) ——> Zn2+(aq) + 2 e- …………….. (2)
Reaksi Sel : 2 NH4+(aq) + 2 MnO2(s) + Zn(s) ——> Mn2O3(s) + 2 NH3(aq) +  H2O(l) + Zn2+(aq) …………….. [(1) + (2)]
Pada batu baterai kering alkalin (baterai alkalin), amonium klorida yang  bersifat asam pada sel kering diganti dengan kalium hidroksida yang  bersifat basa (alkalin). Dengan bahan kimia ini, korosi pada bungkus  logam seng dapat dikurangi.
2. The Mercury Battery
Sering digunakan pada dunia kedokteran dan industri elektronik. Sel  merkuri mempunyai struktur menyerupai sel kering. Dalam baterai ini,  anodanya adalah logam seng (membentuk amalgama dengan merkuri),  sementara katodanya adalah baja (stainless steel cylinder). Elektrolit  yang digunakan dalam baterai ini adalah merkuri (II) Oksida, HgO.  Potensial yang dihasilkan sebesar 1,35 volt.
Reaksi selnya adalah sebagai berikut :
Katoda (+) : HgO(s) + H2O(l) + 2 e- ——> Hg(l) + 2 OH-(aq) ……………………  (1)
Anoda (-) : Zn(Hg) + 2 OH-(aq) ——> ZnO(s) + H2O(l) + 2 e‑ …………………..  (2)
Reaksi sel : Zn(Hg) + HgO(s) ——> ZnO(s) + Hg(l) ………………………. [(1) +  (2)]
3. The Lead Storage Battery
Dikenal dengan sebutan baterai mobil atau aki/accu. Baterai penyimpan  plumbum (timbal) terdiri dari enam sel yang terhubung secara seri. Anoda  pada setiap sel adalah plumbum (Pb), sedangkan katodanya adalah plumbum  dioksida (PbO2). Elektroda dicelupkan ke dalam larutan asam sulfat  (H2SO4).
Reaksi selnya pada saat pemakaian aki adalah sebagai berikut :
Katoda (+) : PbO2(s) + 4 H+(aq) + SO42-(aq) + 2 e- ——> PbSO4(s) + 2  H2O(l) ………………… (1)
Anoda (-) : Pb(s) + SO42-(aq) ——> PbSO4(s) + 2 e- …………………………… (2)
Reaksi sel : PbO2(s) + Pb(s) + 4 H+(aq) + 2 SO42-(aq) ——> 2 PbSO4(s) +  2 H2O(l) ……………………. [(1) + (2)]
Pada kondisi normal, masing-masing sel menghasilkan potensial sebesar 2  volt. Dengan demikian, sebuah aki dapat menghasilkan potensial sebesar  12 volt. Ketika reaksi diatas terjadi, kedua elektroda menjadi terlapisi  oleh padatan plumbum (II) sulfat, PbSO4, dan asam sulfatnya semakin  habis.
Semua sel galvani menghasilkan listrik sampai semua reaktannya habis,  kemudian harus dibuang. Hal ini terjadi pada sel kering dan sel merkuri.  Namun, sel aki dapat diisi ulang (rechargeable), sebab reaksi redoksnya  dapat dibalik untuk menghasilkan reaktan awalnya. Reaksi yang terjadi  saat pengisian aki merupakan kebalikan dari reaksi yang terjadi saat  pemakaian aki.
4. The Lithium-Ion Battery
Digunakan pada peralatan elektronik, seperti komputer, kamera digital,  dan telepon seluler. Baterai ini memiliki massa yang ringan sehingga  bersifat portable. Potensial yang dihasilkan cukup besar, yaitu sekitar  3,4 volt. Anodanya adalah Li dalam grafit, sementara katodanya adalah  oksida logam transisi (seperti CoO2). Elektrolit yang digunakan adalah  pelarut organik dan sejumlah garam organik.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
Katoda (+) : Li+(aq) + CoO2(s) + e- ——> LiCoO2(s) ………………. (1)
Anoda : Li(s) ——> Li+ (aq) + e- ………………. (2)
Reaksi sel : Li(s) + CoO2(s) ——> LiCoO2(s) ……………………. [(1) + (2)]
5. Fuel Cell
Dikenal pula dengan istilah sel bahan bakar. Sebuah sel bahan bakar  hidrogen-oksigen yang sederhana tersusun atas dua elektroda inert dan  larutan elektrolit, seperti kalium hidroksida. Gelembung gas hidrogen  dan oksigen dialirkan pada masing-masing elektroda. Potensial yang  dihasilkan adalah sebesar 1,23 volt.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
Katoda (+) : O2(g) + 2 H2O(l) +4 e- ——> 4 OH-(aq) ………………..(1)
Anoda (-) : 2 H2(g) + 4 OH-(aq) ——> 4 H2O(l) + 4 e- ……………………… (2)
Reaksi sel : O2(g) + 2 H2(g) ——> 2 H2O(l) ………………. [(1) + (2)]
Korosi adalah persitiwa teroksidasinya besi membentuk karat besi  (Fe2O3.xH2O). Korosi besi disebabkan oleh beberapa faktor, seperti  adanya air, gas oksigen, dan asam. Karat besi dapat mengurangi kekuatan  besi. Oleh karena itu, korosi besi harus dicegah.
Korosi merupakan salah satu reaksi redoks yang tidak diharapkan. Reaksi  yang terjadi selama proses korosi adalah sebagai berikut :
Katoda (+) : O2(g) + 4 H+(aq) + 4 e- ——> 2 H2O(l) ……………………… (1)
Anoda (-) : 2 Fe(s) ——> 2 Fe2+(aq) + 4 e- ………………. (2)
Reaksi sel : 2 Fe(s) + O2(g) + 4 H+(aq) ——> 2 Fe2+(aq) + 2 H2O(l)  …………….. [(1) + (2)]
E°sel = +1,67 volt
Ion Fe2+ akan teroksidasi kembali oleh sejumlah gas oksigen menghasilkan  ion Fe3+ (karat besi). Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
4 Fe2+(aq) + O2(g) + (4+2x) H2O(l) ——> 2 Fe2O3.xH2O(s) + 8 H+(aq)
Untuk melindung logam besi dari proses korosi, beberapa metode proteksi  dapat diterapkan, antara lain :
1. Melapisi permukaan logam besi dengan lapisan cat
2. Melapisi permukaan logam besi dengan lapisan minyak (gemuk)
3. Melapisi permukaan logam besi dengan oksida inert (seperti Cr2O3 atau  Al2O3)
4. Proteksi Katodik (Pengorbanan Anoda)
Suatu metode proteksi logam besi dengan menggunakan logam-logam yang  lebih reaktif dibandingkan besi (logam-logam dengan E°red lebih kecil  dari besi), seperti seng dan magnesium. Dengan metode ini, logam-logam  yang lebih reaktif tersebut akan teroksidasi, sehingga logam besi  terhindar dari peristiwa oksidasi. Oleh karena logam pelindung, dalam  hal ini “mengorbankan diri” untuk melindungi besi, maka logam tersebut  harus diganti secara berkala.
5. Melapisi permukaan logam besi dengan logam lain yang inert terhadap  korosi
Metode ini menggunakan logam-logam yang kurang reaktif dibandingkan besi  (logam-logam dengan E°red lebih besar dari besi), seperti timah dan  tembaga. Pelapisan secara sempurna logam inert pada permukaan logam besi  dapat mencegah kontak besi dengan agen penyebab korosi (air, asam, dan  gas oksigen). Akan tetapi, apabila terdapat cacat atau terkelupas  (tergores), akan terjadi percepatan korosi.
Elektrokimia II : Sel Elektrolisis
Dalam tulisan ini, kita akan mempelajari tentang reaksi-reaksi sel  elektrolisis (aspek kualitatif). Kemudian kita akan menghitung massa  endapan logam dan volume gas yang dihasilkan dari reaksi elektrolisis  (aspek kuantitatif). Kita juga akan mempelajari pengaruh besarnya arus  listrik terhadap kuantitas produk elektrolisis yang dihasilkan.
Sel Elektrolisis adalah sel yang menggunakan arus listrik untuk  menghasilkan reaksi redoks yang diinginkan dan digunakan secara luas di  dalam masyarakat kita. Baterai aki yang dapat diisi ulang merupakan  salah satu contoh aplikasi sel elektrolisis dalam kehidupan sehari-hari  (lihat Elektrokimia I : Penyetaraan Reaksi Redoks dan Sel Volta).  Baterai aki yang sedang diisi kembali (recharge) mengubah energi listrik  yang diberikan menjadi produk berupa bahan kimia yang diinginkan. Air,  H2O, dapat diuraikan dengan menggunakan listrik dalam sel elektrolisis.  Proses ini akan mengurai air menjadi unsur-unsur pembentuknya. Reaksi  yang terjadi adalah sebagai berikut : 2 H2O(l) ——> 2 H2(g) + O2(g)
Rangkaian sel elektrolisis hampir menyerupai sel volta. Yang membedakan  sel elektrolisis dari sel volta adalah, pada sel elektrolisis, komponen  voltmeter diganti dengan sumber arus (umumnya baterai). Larutan atau  lelehan yang ingin dielektrolisis, ditempatkan dalam suatu wadah.  Selanjutnya, elektroda dicelupkan ke dalam larutan maupun lelehan  elektrolit yang ingin dielektrolisis. Elektroda yang digunakan umumnya  merupakan elektroda inert, seperti Grafit (C), Platina (Pt), dan Emas  (Au). Elektroda berperan sebagai tempat berlangsungnya reaksi. Reaksi  reduksi berlangsung di katoda, sedangkan reaksi oksidasi berlangsung di  anoda. Kutub negatif sumber arus mengarah pada katoda (sebab memerlukan  elektron) dan kutub positif sumber arus tentunya mengarah pada anoda.  Akibatnya, katoda bermuatan negatif dan menarik kation-kation yang akan  tereduksi menjadi endapan logam. Sebaliknya, anoda bermuatan positif dan  menarik anion-anion yang akan teroksidasi menjadi gas. Terlihat jelas  bahwa tujuan elektrolisis adalah untuk mendapatkan endapan logam di  katoda dan gas di anoda.
Ada dua tipe elektrolisis, yaitu elektrolisis lelehan (leburan) dan  elektrolisis larutan. Pada proses elektrolisis lelehan, kation pasti  tereduksi di katoda dan anion pasti teroksidasi di anoda. Sebagai  contoh, berikut ini adalah reaksi elektrolisis lelehan garam NaCl (yang  dikenal dengan istilah sel Downs) :
Katoda (-) : 2 Na+(l) + 2 e- ——> 2 Na(s) ……………….. (1)
Anoda (+) : 2 Cl-(l) Cl2(g) + 2 e- ……………….. (2)
Reaksi sel : 2 Na+(l) + 2 Cl-(l) ——> 2 Na(s) + Cl2(g) ……………….. [(1) +  (2)]
Reaksi elektrolisis lelehan garam NaCl menghasilkan endapan logam  natrium di katoda dan gelembung gas Cl2 di anoda. Bagaimana halnya jika  lelehan garam NaCl diganti dengan larutan garam NaCl? Apakah proses yang  terjadi masih sama? Untuk mempelajari reaksi elektrolisis larutan garam  NaCl, kita mengingat kembali Deret Volta (lihat Elektrokimia I :  Penyetaraan Reaksi Redoks dan Sel Volta).
Pada katoda, terjadi persaingan antara air dengan ion Na+. Berdasarkan  Tabel Potensial Standar Reduksi, air memiliki E°red yang lebih besar  dibandingkan ion Na+. Ini berarti, air lebih mudah tereduksi  dibandingkan ion Na+. Oleh sebab itu, spesi yang bereaksi di katoda  adalah air. Sementara, berdasarkan Tabel Potensial Standar Reduksi,  nilai E°red ion Cl- dan air hampir sama. Oleh karena oksidasi air  memerlukan potensial tambahan (overvoltage), maka oksidasi ion Cl- lebih  mudah dibandingkan oksidasi air. Oleh sebab itu, spesi yang bereaksi di  anoda adalah ion Cl-. Dengan demikian, reaksi yang terjadi pada  elektrolisis larutan garam NaCl adalah sebagai berikut :
Katoda (-) : 2 H2O(l) + 2 e- ——> H2(g) + 2 OH-(aq) ……………….. (1)
Anoda (+) : 2 Cl-(aq) ——> Cl2(g) + 2 e- ……………….. (2)
Reaksi sel : 2 H2O(l) + 2 Cl-(aq) ——> H2(g) + Cl2(g) + 2 OH-(aq)  ……………………. [(1) + (2)]
Reaksi elektrolisis larutan garam NaCl menghasilkan gelembung gas H2 dan  ion OH‑ (basa) di katoda serta gelembung gas Cl2 di anoda.  Terbentuknya ion OH- pada katoda dapat dibuktikan dengan perubahan warna  larutan dari bening menjadi merah muda setelah diberi sejumlah  indikator fenolftalein (pp). Dengan demikian, terlihat bahwa produk  elektrolisis lelehan umumnya berbeda dengan produk elektrolisis larutan.
Selanjutnya kita mencoba mempelajari elektrolisis larutan Na2SO4. Pada  katoda, terjadi persaingan antara air dan ion Na+. Berdasarakan nilai  E°red, maka air yang akan tereduksi di katoda. Di lain sisi, terjadi  persaingan antara ion SO42- dengan air di anoda. Oleh karena bilangan  oksidasi S pada SO4-2 telah mencapai keadaan maksimumnya, yaitu +6, maka  spesi SO42- tidak dapat mengalami oksidasi. Akibatnya, spesi air yang  akan teroksidasi di anoda. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
Katoda (-) : 4 H2O(l) + 4 e- ——> 2 H2(g) + 4 OH-(aq) ……………….. (1)
Anoda (+) : 2 H2O(l) ——> O2(g) + 4 H+(aq) + 4 e- ……………….. (2)
Reaksi sel : 6 H2O(l) ——> 2 H2(g) + O2(g) + 4 H+(aq) + 4 OH-(aq)  …………………….. [(1) + (2)]
6 H2O(l) ——> 2 H2(g) + O2(g) + 4 H2O(l) …………………. [(1) + (2)]
2 H2O(l) ——> 2 H2(g) + O2(g) …………………….. [(1) + (2)]
Dengan demikian, baik ion Na+ maupun SO42-, tidak bereaksi. Yang terjadi  justru adalah peristiwa elektrolisis air menjadi unsur-unsur  pembentuknya. Hal yang serupa juga ditemukan pada proses elektrolisis  larutan Mg(NO3)2 dan K2SO4.
Bagaimana halnya jika elektrolisis lelehan maupun larutan menggunakan  elektroda yang tidak inert, seperti Ni, Fe, dan Zn? Ternyata, elektroda  yang tidak inert hanya dapat bereaksi di anoda, sehingga produk yang  dihasilkan di anoda adalah ion elektroda yang larut (sebab logam yang  tidak inert mudah teroksidasi). Sementara, jenis elektroda tidak  mempengaruhi produk yang dihasilkan di katoda. Sebagai contoh, berikut  adalah proses elektrolisis larutan garam NaCl dengan menggunakan  elektroda Cu :
Katoda (-) : 2 H2O(l) + 2 e- ——> H2(g) + 2 OH-(aq) …………………….. (1)
Anoda (+) : Cu(s) ——> Cu2+(aq) + 2 e- …………………….. (2)
Reaksi sel : Cu(s) + 2 H2O(l) ——> Cu2+(aq) + H2(g) + 2 OH-(aq)  …………………….. [(1) + (2)]
Dari pembahasan di atas, kita dapat menarik beberapa kesimpulan yang  berkaitan dengan reaksi elektrolisis :
1. Baik elektrolisis lelehan maupun larutan, elektroda inert tidak  akan bereaksi; elektroda tidak inert hanya dapat bereaksi di anoda
2. Pada elektrolisis lelehan, kation pasti bereaksi di katoda dan  anion pasti bereaksi di anoda
3. Pada elektrolisis larutan, bila larutan mengandung ion alkali,  alkali tanah, ion aluminium, maupun ion mangan (II), maka air yang  mengalami reduksi di katoda
4. Pada elektrolisis larutan, bila larutan mengandung ion sulfat,  nitrat, dan ion sisa asam oksi, maka air yang mengalami oksidasi di  anoda
Salah satu aplikasi sel elektrolisis adalah pada proses yang disebut  penyepuhan. Dalam proses penyepuhan, logam yang lebih mahal dilapiskan  (diendapkan sebagai lapisan tipis) pada permukaan logam yang lebih murah  dengan cara elektrolisis. Baterai umumnya digunakan sebagai sumber  listrik selama proses penyepuhan berlangsung. Logam yang ingin disepuh  berfungsi sebagai katoda dan lempeng perak (logam pelapis) yang  merupakan logam penyepuh berfungsi sebagai anoda. Larutan elektrolit  yang digunakan harus mengandung spesi ion logam yang sama dengan logam  penyepuh (dalam hal ini, ion perak). Pada proses elektrolisis, lempeng  perak di anoda akan teroksidasi dan larut menjadi ion perak. Ion perak  tersebut kemudian akan diendapkan sebagai lapisan tipis pada permukaan  katoda. Metode ini relatif mudah dan tanpa biaya yang mahal, sehingga  banyak digunakan pada industri perabot rumah tangga dan peralatan dapur.
Setelah kita mempelajari aspek kualitatif reaksi elektrolisis, kini kita  akan melanjutkan dengan aspek kuantitatif sel elektrolisis. Seperti  yang telah disebutkan di awal, tujuan utama elektrolisis adalah untuk  mengendapkan logam dan mengumpulkan gas dari larutan yang  dielektrolisis. Kita dapat menentukan kuantitas produk yang terbentuk  melalui konsep mol dan stoikiometri.
Satuan yang sering ditemukan dalam aspek kuantitatif sel elektrolisis  adalah Faraday (F). Faraday didefinisikan sebagai muatan (dalam Coulomb)  mol elektron. Satu Faraday equivalen dengan satu mol elektron. Demikian  halnya, setengah Faraday equivalen dengan setengah mol elektron.  Sebagaimana yang telah kita ketahui, setiap satu mol partikel mengandung  6,02 x 1023 partikel. Sementara setiap elektron mengemban muatan  sebesar 1,6 x 10-19 C. Dengan demikian :
1 Faraday = 1 mol elektron = 6,02 x 1023 partikel elektron x 1,6 x 10-19  C/partikel elektron 1 Faraday = 96320 C (sering dibulatkan menjadi  96500 C untuk mempermudah perhitungan)
Hubungan antara Faraday dan Coulomb dapat dinyatakan dalam persamaan  berikut :
Faraday = Coulomb / 96500
Coulomb = Faraday x 96500
Coulomb adalah satuan muatan listrik. Coulomb dapat diperoleh melalui  perkalian arus listrik (Ampere) dengan waktu (detik). Persamaan yang  menunjukkan hubungan Coulomb, Ampere, dan detik adalah sebagai berikut :
Coulomb = Ampere x Detik
Q = I x t
Dengan demikian, hubungan antara Faraday, Ampere, dan detik adalah  sebagai berikut :
Faraday = (Ampere x Detik) / 96500
Faraday = (I x t) / 96500
Dengan mengetahui besarnya Faraday pada reaksi elektrolisis, maka mol  elektron yang dibutuhkan pada reaksi elektrolisis dapat ditentukan.  Selanjutnya, dengan memanfaatkan koefisien reaksi pada masing-masing  setengah reaksi di katoda dan anoda, kuantitas produk elektrolisis dapat  ditemukan.
Berikut ini adalah beberapa contoh soal aspek kuantitatif sel  elektrolisis :
1. Pada elektrolisis larutan AgNO3 dengan elektroda inert dihasilkan gas  oksigen sebanyak 5,6 L pada STP. Berapakah jumlah listrik dalam Coulomb  yang dialirkan pada proses tersebut?
Penyelesaian :
Reaksi elektrolisis larutan AgNO3 dengan elektroda inert adalah sebagai  berikut :
Katoda (-) : Ag+ + e- ——> Ag
Anoda (+) : 2 H2O(l) ——> O2(g) + 4 H+(aq) + 4 e-
Gas O2 terbentuk di anoda. Mol gas O2 yang terbentuk sama dengan 5,6 L /  22,4 L = ¼ mol O2
Berdasarkan persamaan reaksi di anoda, untuk menghasilkan ¼ mol gas O2,  maka jumlah mol elektron yang terlibat adalah sebesar 4 x ¼ = 1 mol  elektron.
1 mol elektron = 1 Faraday = 96500 C
Jadi, jumlah listrik yang terlibat adalah sebesar 96500 C
2. Unsur Fluor dapat diperoleh dengan cara elektrolisis lelehan NaF.  Berapakah waktu yang diperlukan untuk mendapatkan 15 L gas fluorin ( 1  mol gas mengandung 25 L gas) dengan arus sebesar 10 Ampere?
Penyeleasian :
Reaksi elektrolisis lelehan NaF adalah sebagai berikut :
K (-) : Na+(l) + e- ——> Na(s)
A (-) : 2 F-(l) ——> F2(g) + 2 e-
Gas F2 terbentuk di anoda. Mol gas F2 yang terbentuk adalah sebesar 15 L  / 25 L = 0,6 mol F2
Berdasarkan persamaan reaksi di anoda, untuk menghasilkan 0,6 mol gas  F2, akan melibatkan mol elektron sebanyak 2 x 0,6 = 1,2 mol elektron
1,2 mol elektron = 1,2 Faraday
Waktu yang diperlukan dapat dihitung melalui persamaan berikut :
Faraday = (Ampere x Detik) / 96500
1,2 = (10 x t) / 96500
t = 11850 detik = 3,22 jam
Jadi, diperlukan waktu selama 3,22 jam untuk menghasilkan 15 L gas  fluorin
3. Arus sebesar 0,452 A dilewatkan pada sel elektrolisis yang mengandung  lelehan CaCl2 selama 1,5 jam. Berapakah jumlah produk yang dihasilkan  pada masing-masing elektroda?
Penyelesaian :
Reaksi elektrolisis lelehan CaCl2 adalah sebagai berikut :
K (-) : Ca2+(l) + 2 e- ——> Ca(s)
A (+) : 2 Cl-(l) ——> Cl2(g) + 2 e-
Mol elektron yang terlibat dalam reaksi ini dapat dihitung dengan  persamaan berikut :
Faraday = (Ampere x Detik) / 96500
Faraday = (0,452 x 1,5 x 3600) / 96500 mol elektron
Berdasarkan persamaan reaksi di katoda, mol Ca yang dihasilkan adalah  setengah dari mol elektron yang terlibat. Dengan demikian, massa Ca yang  dihasilkan adalah :
Massa Ca = mol Ca x Ar Ca
Massa Ca = ½ x (0,452 x 1,5 x 3600) / 96500 x 40 = 0,506 gram Ca
Berdasarkan persamaan reaksi di anoda, mol gas Cl2 yang dihasilkan  adalah setengah dari mol elektron yang terlibat. Dengan demikian, volume  gas Cl2 (STP) yang dihasilkan adalah :
Volume gas Cl2 = mol Cl2 x 22,4 L
Volume gas Cl2 = ½ x (0,452 x 1,5 x 3600) / 96500 x 22.4 L = 0,283 L gas  Cl2
Jadi, produk yang dihasilkan di katoda adalah 0,506 gram endapan Ca dan  produk yang dihasilkan di anoda adalah 0,283 L gas Cl2 (STP)
4. Dalam sebuah percobaan elektrolisis, digunakan dua sel yang  dirangkaikan secara seri. Masing-masing sel menerima arus listrik yang  sama. Sel pertama berisi larutan AgNO3, sedangkan sel kedua berisi  larutan XCl3. Jika setelah elektrolisis selesai, diperoleh 1,44 gram  logam Ag pada sel pertama dan 0,12 gram logam X pada sel kedua,  tentukanlah massa molar (Ar) logam X tersebut!
Penyelesaian :
Reaksi elektrolisis larutan AgNO3 :
K (-) : Ag+(aq) + e- ——> Ag(s)
A (+) : 2 H2O(l) ——> O2(g) + 4 H+(aq) + 4 e-
Logam Ag yang dihasilkan sebanyak 1,44 gram; dengan demikian, mol logam  Ag yang dihasilkan sebesar 1,44 / 108 mol Ag
Berdasarkan persamaan reaksi di katoda, mol elektron yang dibutuhkan  untuk menghasilkan logam Ag sama dengan mol logam Ag (koefisien  reaksinya sama)
Sehingga, mol elektron yang digunakan dalam proses elektrolisis ini  adalah sebesar 1,44 / 108 mol elektron
Reaksi elektrolisis larutan XCl3 :
K (-) : X3+(aq) + 3 e- ——> X(s)
A (+) : 2 Cl-(l) ——> Cl2(g) + 2 e-
Arus yang sama dialirkan pada sel kedua, sehingga, mol elektron yang  digunakan dalam proses elektrolisis ini sama seperti sebelumya, yaitu  sebesar 1,44 / 108 mol elektron
Berdasarkan persamaan reaksi di katoda, mol logam X yang dihasilkan sama  dengan 1 / 3 kali mol elektron, yaitu sebesar 1 / 3 x 1,44 / 108 mol X
Massa logam X = 0,12 gram; dengan demikian, massa molar (Ar) logam X  adalah sebagai berikut:
mol = massa / Ar
Ar = massa / mol
Ar = 0,12 / (1 / 3 x 1,44 / 108) = 27
Jadi, Ar dari logam X adalah 27



Tidak ada komentar:
Posting Komentar